Amsal 21:25 Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja.
Sejak kecil, Ficka sudah diangkat anak oleh orang tua Icha. Oleh karena itu, Ficka dan Icha selalu terlihat bersama-sama, baik saat di sekolah, maupun di rumah. Ayah Icha memang mendaftarkan Ficka di sekolah yang sama dengan anaknya, agar mereka bisa selalu bersama-sama.
Ficka sadar kalau dia hanyalah seorang anak angkat, makanya dia selalu bersedia membantu apa saja yang dia bisa lakukan. Seperti membantu ibu angkatnya membereskan rumah, memasak, sampai membantu Icha mengerjakan PR.
Sebaliknya, Icha selalu menyuruh Ficka mengerjakan apa saja yang dia minta, seperti mengambilkan minum, membereskan mainan yang baru saja selesai dimainkan oleh mereka berdua, menyetrikakan baju seragamnya, sampai mengerjakan semua tugas-tugas sekolahnya.
Di kelas, Icha sengaja duduk satu meja dengan Ficka, sehingga saat ujian, dia bisa menyontek jawaban Ficka, karena Ficka sudah belajar di rumah, sementara dia sendiri hanya bermalas-malasan.
"Buat apa aku belajar, toh, nanti aku tinggal menyontek saja hasil jawaban Ficka!" Kata Icha ketika ditanya ibunya mengapa dia tidak belajar seperti Ficka.
Icha memang sudah merasa keenakan dengan adanya Ficka di sampingnya. Dia berpikir kalau Ficka takut padanya, karena Ficka hanyalah seorang anak angkat yang menumpang di rumahnya.
Suatu hari, saat ujian kelulusan dilaksanakan, Seperti biasa Icha tidak mau belajar sama sekali, karena dia sudah yakin kalau dia bisa melihat jawaban Ficka yang duduk tepat di sebelahnya.
Tapi, ketika ujian sudah hendak dimulai, tiba-tiba saja guru pengawas menyuruh beberapa murid untuk bertukar tempat duduk, dan salah satunya adalah Ficka.
"Ficka, kamu bertukar tempat duduk dengan Bernad!" seru guru pengawas itu kepada Ficka yang langsung meninggalkan tempat duduknya dan menuju ke tempat duduk Bernad, sementara Bernad berpindah duduk di sebelah Icha.
Melihat kenyataan ini, wajah Icha langsung saja menjadi pucat. Tidak pernah disangka sebelumnya kalau dia akan duduk berjauhan dengan Ficka, apalagi sekarang yang duduk di sebelahnya adalah Bernad yang juga merupakan anak malas belajar, dan sering mendapatkan nilai buruk.
"Mati deh aku sekarang!" keluh Icha dalam hati.
Ujian pun dimulai.
Icha sama sekali tidak dapat menjawab satu soal pun. Ketika dia hendak melirik jawaban Bernad, tiba-tiba saja kepalanya bertuburkan dengan kepala Bernad yang ternyata juga sedang mencoba melirik jawaban Icha. Sesaat mereka berdua saling berpandangan sambil mengusap-usap dahi mereka yang terasa sakit, akibat tadi saling berbenturan.
Icha benar-benar merasa menyesal sudah malas belajar. Tak dapat ditahan lagi dua air mata jatuh membasahi kertas ujian yang terletak di atas meja. Sekarang sudah terlambat. Semuanya hanya gara-gara dia menjadi anak pemalas.
Saat hasil kelulusan diumumkan, Ficka bersorak senang karena dia merupakan anak terbaik di kelasnya. Tapi kegembiraannya itu tidak bertahan lama ketika dia mendengar bahwa Icha tidak lulus ujian.
Nah, adik-adik yang manis, jadilah anak yang rajin seperti Ficka, karena anak pemalas suatu hari nanti pasti akan kena batunya. Gunakanlah kedua tanganmu untuk bekerja, membantu sesama, dan belajar. Keinginan besar akan menjadi sia-sia jika tidak disertai tangan yang rajin.
Tuhan sayang kepada anak yang rajin, dan Dia pasti akan memberkati anak-anak yang tidak suka bermalas-malasan.
Mari kita berdoa :
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.
Tuhan Yesus, ampuni saya jika selama ini saya merupakan anak yang pemalas. Malas belajar, malas membantu orang tua, dan juga suka malas berdoa. Saya mohon, berilah saya roh yang rajin, tangan yang rajin, dan kehendak untuk menjadi anak yang rajin, agar saya bisa menjadi berkat bagi orang lain. Di dalam nama Tuhan Yesus, Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar