Kamis

Kesaksian Wiria

Saat aku sedang menemani Wiria makan malam, aku mendengar sebuah kisah yang sungguh indah, yang belum pernah kudengar sebelumnya dari bibir suamiku. Sebuah kesaksian hidup yang sungguh mengagumkan tentang pertolongan Tuhan yang sangat menakjubkan, dan membuat hati kami kembali meluap dalam ucapan syukur atas kasih setia Allah yang tak pernah sedetik pun meninggalkan anak-anak-Nya yang senantiasa berseru kepada-Nya siang dan malam.

"Dulu, saya pernah mengalami pertolongan Tuhan yang benar-benar ajaib," mulainya sambil menerawang jauh, mengenang masa yang telah lalu. "Waktu itu kami masih ngontrak rumah di belakang Roxy Square. Rumah yang pernah juga mengalami kebanjiran," lanjutnya sambil tertawa kecil. "Mama sudah mengingatkan kalau kontrakan sudah jatuh tempo, dan harus segera dibayar. Waktu itu saya adalah tulang punggung keluarga, di mana semua biaya keluarga berada di pundak saya. Walau pun saat itu saya sedang bekerja di Transmedia Kelapa Gading, tapi gaji saya sama sekali tak mencukupi untuk membayar kontrakan selama 2 tahun. Setiap hari, ketika saya sedang berada di dalam bis, saya selalu berdoa Rosario, sebab satu-satunya pengharapan saya hanyalah pada Tuhan. Saudara atau sahabat tak ada yang dapat diharapkan untuk dimintai bantuan, apalagi kalau sudah menyangkut masalah uang.

Suatu hari, saya mendapat telepon dari seorang petinggi yang bekerja di departemen Pertahanan (kami pernah bertemu  sebelumnya). Dia menanyakan apakah saya menguasai pemrograman dotnet, dan jawab saya, "Bisa, pak. Kebetulan belakangan ini saya memang sedang mendalami dotnet."
"Kalau begitu, kamu bisa kasih training di sini?"
"Bisa, pak!" sahut saya tanpa sedikit pun keraguan.
"Berapa biayanya?"
Tanpa pikir panjang lagi, saya sebutkan sejumlah nominal sesuai biaya kontrakan rumah selama 2 tahun. Tentu saja jumlah itu terlalu tinggi bagi trainer pemula seperti saya, tapi keadaan kepepet membuat saya nekat menyebutkan jumlah itu.

"Oh, begitu ya...," jawab bapak itu terdengar agak terkejut. "Baiklah. Saya akan bicarakan dulu, nanti saya hubungi kamu lagi."

Besoknya, bapak itu pun kembali menelepon saya dan berkata, "Wiria, kamu mulai training besok lusa ya?"
"Siap, pak!" jawab saya cepat. "Saya akan langsung mempersiapkan bahannya sekarang juga."

Sebenarnya, saya sama sekali belum punya pengalaman menjadi trainer, apalagi audience-nya adalah para programmer senior yang sudah menguasai komputer sejak puluhan tahun. Tapi dengan kepercayaan diri yang berhasil dikumpulkan, akhirnya saya pun mulai memberikan training yang berlangsung selama seminggu.

Di hari ke-5, tiba-tiba bapak yang memberi saya pekerjaan ini memanggil saya ke ruangannya.
"Apa kamu sudah menerima pembayarannya?" tanyanya langsung.
Dengan agak bingung saya pun menjawab, "Belum, pak. Lagi pula training saya kan belum selesai."
"Oh, jangan!" sahut bapak itu cepat. "Uang kamu harus dibayarkan sekarang juga."
Kemudian bapak itu menelepon bagian keuangan, memerintahkan mereka untuk membayar saya hari itu juga.
Besoknya, uang itu sudah berada di tangan saya, cash!
Selama perjalanan pulang Di dalam bis, saya pun  menangis sambil memeluk tas ransel yang berisi uang belasan juta itu.
Sungguh Tuhan teramat baik buat saya. Entah apa lagi yang harus saya katakan untuk semua pertolongannya ini. Saya sudah tidak dapat lagi mengungkapkan lewat kata-kata betapa dalamnya rasa syukur saya akan semua kebaikan dan kemurahan Tuhan yang teramat besar bagi kehidupan saya dan keluarga.

Akhirnya, mama saya pun dapat bernapas lega, ketika saya menyerahkan semua uang itu kepadanya untuk melunasi biaya kontrakan rumah.

Aku akan bersorak-sorak dan bersukacita karena kasih setia-Mu, sebab Engkau telah menilik sengsaraku, telah memperhatikan kesesakan jiwaku. (MZM 31:8)

Hari Ketiga

Rabu, 25 Juli 2012

Entah suatu kebetulan atau tidak, selama tiga hari berturut-turut Misa pagi dipimpin oleh Romo Nono.
Dari hari Senin sudah timbul dorongan yang kuat dalam hatiku untuk mengaku dosa, tapi aku ragu. Aku takut kalau dorongan itu timbul hanya karena keinginan hatiku sendiri, bukan keinginan hati Tuhan. Akhirnya hari itu aku pulang tanpa repot-repot menemui Romo.
Besoknya, ternyata yang memimpin Misa adalah Romo Nono lagi. Tadinya kupikir mereka akan secara bergiliran memimpin Misa, makanya aku berpendapat kalau Romo Nono mungkin sedang menggantikan Romo yang seharusnya hari itu bertugas memimpin Misa. Dorongan itu kembali datang dan terasa semakin menyiksa batinku. Tapi aku tetap saja kukuh tidak mau menemui Romo sepulang Misa untuk menerimakan sakramen tobat.
Dalam hati, aku berjanji pada Tuhan, "Kalau besok Romo Nono lagi yang mimpin Misa, aku akan langsung menemuinya untuk pengakuan dosa." Karena pikirku, tak mungkin Romo Nono terus yang memimpin Misa secara berturut-turut selama tiga hari, pasti Misa besok  pagi dipimpin oleh Romo yang lain.

Malamnya, aku ceritakan pada Wiria tentang janjiku itu. Wiria langsung menegurku, "Kamu selalu saja meminta tanda dari Tuhan!"

Besok paginya, ketika aku hendak bersiap-siap untuk pergi Misa, Glyn terbangun dan merengek supaya aku tidak pergi meninggalkannya.

"Mama mau pergi ke Gereja dulu, Glyn bobo lagi aja ya..."
"Nggak mau!" tolak Glyn sambil menangis. "Mama jangan pergi! Aku mau sama mama!"
"Kemarin Glyn pintar. Nggak nangis waktu mama mau pergi ke Gereja, malah Glyn dadah sama mama... Kenapa sekarang Glyn nangis?" kataku berusaha merayunya agar mengijinkanku pergi Misa.
Tapi Glyn tetap saja melarangku pergi.
Aku pasrah. Tidak mungkin aku memaksa pergi Misa, sementara anakku menangis karena ingin ditemani.
Akhirnya, aku kembali berbaring di samping Glyn, berharap Glyn cepat pulas.
Tapi ditunggu-tunggu, Glyn  masih juga belum bobo.
Aku makin gelisah. Jam terus berputar, padahal hari ini Wiria tak bisa mengantarku Misa, karena sedang mempersiapkan training, makanya aku harus pergi dengan ditemani Weli jalan kaki.
Ketika kudengar tarikan napas Glyn yang mulai teratur, aku mencoba berindap-indap keluar kamar. Pikirku, kalau sampai Glyn terbangun lagi dan melarangku pergi, berarti aku memang tak boleh ikut Misa hari ini.
Tapi sampai aku keluar dari rumah, Glyn masih tertidur pulas.
Aku dan Weli setengah berlari menuju ke Gereja.
Sesampainya di Gereja, Misa sudah dimulai. Romo Nono sudah berdiri di depan altar.
Melihat itu, akhirnya aku minta ampun pada Tuhan atas ketidaktaatanku selama ini.
Aku memohon pada Tuhan agar memudahkan aku untuk bertemu Romo Nono sepulang Misa nanti.
Waktu Misa berakhir, aku berkata kepada Weli agar menghantarku menemui Romo. Tapi dengan kebingungan Weli menjawab, "Tapi Romonya kan sudah pulang, non."
"Nggak," sahutku. "Biasanya dia ada di bawah, di aula."
Kemudian kami keluar melalui pintu samping.

Ketika mau menuruni tangga, tiba-tiba aku mendengar suara yang memanggilku, "Rachel!"
Aku menoleh, Dan ternyata Romo Nono sudah berdiri di belakangku.
"Terima kasih ya buat bukunya," katanya. Beberapa hari sebelumnya, aku memang pernah menitipkan bukuku 'Aku Buta Tapi Melihat di sekretariat untuk Romo Nono.
"Romo sudah baca?" tanyaku, berusaha menutupi rasa gugup akibat pertemuan yang terlampau mudah ini.
"Sudah," jawabnya.
Tiba-tiba dari arah samping, seorang ibu menyela, "Romo, jangan lupa ya tanggal 24 nanti!"
Sambil mendengarkan ibu itu berbicara, romo pun berjalan menuruni tangga.
Aku jadi bingung: lanjutkan atau pulang saja?
Untung pada saat itu, ibu yang berbicara dengan Romo bertanya kepadaku, "Rachel mau langsung pulang?"
"Nggak, bu," jawabku. "Aku mau ketemu Romo dulu."
Romo yang sudah berjalan lebih dulu langsung menengok, "Kamu mau ketemu saya?" tanyanya.
"Iya. Romo ada waktu?"
"Wah, sekarang saya lagi diburu-buru, karena jam setengah delapan saya harus memimpin Misa lagi."
Mendengar itu, hatiku agak kecewa. Tapi pikiranku berkata: tak masalah. Yang penting aku sudah berusaha taat dan menemui Romo.
"Ya sudah, Romo, lain waktu saja," jawabku.
"Kalau besok saja bagaimana? lanjut Romo lagi. "Besok pagi saya ada waktu."
Hatiku pun kembali bersorak.
"Ok, Romo!" sahutku cepat.

Aku pulang dari Gereja dengan hati plong, karena sudah menyelesaikan tugas yang Tuhan minta untuk kulakukan, walaupun harus menunggu sampai tiga hari. Untung aku tak sampai masuk ke dalam perut ikan seperti Yunus...:-D

Sesampainya di rumah, Glyn masih bobo nyenyak.

Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku. (MZM 94:18)

Minggu

Resensi Buku Di Sonora

Minggu, 22 Juli 2012

Hari ini, Minggu, 22 Juli 2012, aku mengisi acara Resensi Buku di radio Sonora jam 9 pagi. Aku sungguh bersyukur, karena banyak sekali yang menelepon dan mengirimkan SMS.

Tuhan baik, karena telah menolongku untuk menyampaikan apa yang harus kusampaikan pada acara tersebut, sehingga dapat berlangsung dengan lancar.

Terima kasih banyak, Tuhan, buat kesempatan siaran di radio Sonora ini.

Semoga melalui kesaksianku, banyak pendengar diberkati dan semakin menaruh harapannya hanya pada Tuhan.

Sebab apalah yang dapat kulakukan dengan hidup yang penuh keterbatasan ini,kalau bukan Tuhan yang bekerja di dalamku dan memampukan aku.
Karena itu, biarlah Kristus kian bersinar melalui diriku. Dan sebaliknya, biarlah aku semakin tenggelam, supaya hanya kebaikan Tuhan saja yang kian tampak. Amin.

Menyambut Tuhan Setiap Hari

Sabtu, 21 Juli 2012

Tadinya aku kecewa  ketika datang ke Gereja ternyata tidak ada Misa pagi. Tapi dalam doa, Tuhan mengingatkanku bhawa yang terpenting adalah aku tetap menyambut Kristus dalam Ekaristi setiap hari, tak masalah jam berapa Misa itu berlangsung.

Terima kasih Tuhan untuk semua kasih dan kesetiaan-Mu yang besar pada diriku yang hina ini, hingga Kau sudi menantikan diriku untuk datang lebih mendekat ke hati-Mu, di mana sumber semua cinta terpancar.

Biarlah segala kemasyuran, sembah dan puji hanya bagi nama-Mu yang maha kudus.

Sabtu

Sesungguhnya Tuhan Telah Mendengar Doaku

Di Misa pagi ini, pembacaan di ambil dari 2 Raja-raja 20, tentang doa Hizkia yang dijawab Tuhan.

Pada ayat ke-5, yang berkata: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau;

Hatiku sangat tersentuh, dan aku merasa Tuhan sedang berbicara padaku melalui ayat itu.

"Terima kasih Tuhan, karena sesungguhnya Engkau telah mendengar seruanku dan melihat air mataku, dan Engkau akan menyembuhkan mataku."

Mulai hari ini dan seterusnya (terutama selama 40 hari puasa ini), aku akan ikut Misa pagi.
Aku rindu menyambut Tubuh Kristus, dan menyatukan mati ragaku ini dengan korban Yesus di Salib.
Sebab oleh bilur-bilur-Nya, aku telah disembuhkan!

Terima kasih untuk janji-Mu yang kudengar pagi ini, ya Yesusku, yaitu bahwa Engkau akan menyembuhkan aku.

Oh Yesus, kiranya Engkau berkenan akan korban kecilku ini... Sebab hanya kepada Hati Kudus-Mu saja, aku berharap.

Jumat

Hari Pertama Glyn Sekolah

Hari pertama Glyn sekolah, hari pertama juga Glyn pergi sekolah dengan mobil antar jemput. Tadinya aku sudah kuatir Glyn akan menolak dan menangis saat naik mobil jemputan, apalagi ditambah suasana sekolah yang masih asing buatnya. Tapi Tuhan sungguh baik, Waktu mobil jemputan datang, sang supir, yaitu bu Murni mengajak satu anak jemputannya juga turun untuk menemui Glyn. Anak itu bernama Catrin, anak dari Maya, teman papanya Glyn dan pernah bertemu Glyn sekali.
"Pergi sekolah yuk, Glyn," ajak Catrin.
Dan Glyn pun menyambut uluran tangan Catrin untuk masuk ke dalam mobil sambil bergandengan tangan.

Melihat itu, aku dan grandmanya sangat senang sekali.
Di dalam mobil, Glyn melambaikan tangannya pada kami. Setelah itu, mobil pun pergi.

Diam-diam kami membuntuti Glyn ke sekolah. Glyn sampai lebih dulu. Waktu diintip grandmanya, ternyata Glyn lagi asyik main mandi bola di ruang bermain dengan teman-teman barunya.

Sepanjang jam sekolah, Glyn sama sekali tidak menangis. Dia terlihat sangat menikmati sekolah dan teman-teman barunya. Benar-benar membuat aku sebagai mamanya sangat terharu. Glyn benar-benar anak yang tahu diri. Mengerti kalau mamanya tidak bisa mengantarnya ke sekolah, sehingga mau nggak mau dia harus ikut mobil jemputan.

Di balik rasa syukurku atas anak yang sangat manis, hatiku menangis. Sebenarnya aku juga ingin bisa menghantar jemput Glyn sekolah seperti orang tua yang lain yang memang tidak bekerja, tapi apa dayaku?

Sekarang yang dapat kulakukan adalah bersyukur atas anak yang sangat manis dan mandiri seperti Glyn, dan selalu mendoakannya agar Tuhan dan para malaikat-Nya senantiasa memandang anakku dan menjaganya.

Jadi anak yang pintar ya, Glyn... Mama akan selalu mendoakanmu.