Rabu

Pulang Sendiri

Rabu, 14 Mei 2008


Waktu hari Senin kemarin, pas pulang kantor.

Seperti biasa setiap sore aku dan teman-teman kantor pada ngumpul di parkiran mobil, bukan buat upacara bendera, lho, tapi kita lagi pada nunggu bis yang akan membawa kami menuju ke habitat masing-masing.

satu per satu bis bermunculan, mengangkut temen-temen yang pada kegirangan kayak anak kodok baru ketemu air. dan dalam waktu singkat, semua sudah pada menghilang dari permukaan air. Tinggallah para penghuni bis Gerogol yang belum juga diangkut, karena bis tercinta belum juga menampakan batang hidungnya yang pastinya besar dan pesek-- karena mana ada bis yang punya idung!--. dan salah satu diantara penghuni bis Gerogol itu, terdapatlah seorang gadis manis, berambut panjang yang lebih sering kelihatan acak-acakan karena memang begitulah tekstur rambutnya, emang nyebelin sih, tapi tetap manis kok. kulitnya...,hmmm..,yah.., kadang ada yang bilang putih.., ada juga yang bilang hitam..., tapi ada juga yang bilang ga putih ga hitam.., jadi apa dong?... BUNGLON?..., uuuhhh, ogah deh!...pokokek masih uenak dipandang kok!
tinggi badannya..., yah..., hampir mirip kayak anak SD bulelah! catet!: 'BU-LE'. inget!: 'BU-LE!'. ga terlalu buruk kan?
punya hidung mancung, mata, ga belo, tapi juga ga sipit. masih ok-lah!
tapi diantara semuanya, yang paling menonjol dari sigadis manis itu terletak pada bola matanya yang sedikit menipu. lho, kok, menipu?
ya gimana ga nipu, kelihatannya aja sempurna, padahal tuh mata senternya udah tinggal setengah wat, alias setengah buta, hehehe...
Duh, kasar ya?
ga apa-apalah, toh yang ngomong sama yang diomongin orangnya itu-itu juga, kok!

akhirnya, karena udah kelamaan nunggu, salah satu teman coba telepon HP sang supir bis, dan jawabnya:

"Saya masih ada di Bekasi Timur, bu, abis betulin AC bis..., tunggu aja sebentar, paling 15 menit lagi saya sampai!"

gedubrak!

huh.., impian pengen pulang cepet jadi sirna seketika, deh!

tapi ternyata dewa keberuntungan masih berpihak pada ketiga cewek gerogol, yaitu aku dan kedua temen cewekku: Lusi dan Aye. Karena kebetulan ada bos marketing baru yang mau pulang juga dan mobilnya bisa ditebengin, dan pas buat tiga orang lagi, soalnya kursi depan sudah ditempati penebeng pertama sebelum kita. sementara temen cowok harus tetap bersabar menunggu bis. kasihan juga sih, tapi apa boleh buat! itulah salah satu enaknya jadi cewek, selalu didahulukan, hehehe.!

mobilpun meluncur dengan cepatnya. zig-zag ke kiri kanan, kadang ngerem mendadak, bikin jantung sedikit empot-empotan, tapi seneng juga, sih, karena bisa cepet nyampe.

Singkirkan palang yang menghalang,
tak pakai lambat yang menghambat.
tancap gas!
lupakan sejenak rem!
terjang terus jalan yang memanjang!
sampai terasa 'brak!',
baru kau berhenti!

itulah moto kalau mau cepet nyampe! hehehe..

sambil sedikit terkantuk-kantuk dan kadang juga melamun ke mana-mana, aku duduk di jog belakang dengan kedua temanku yang duduk di sebelah kiri dan kananku. mereka juga pada diam, tak banyak bicara. karena sebenarnya mereka juga sudah bercita-cita mau langsung tidur pas pantat nempel di jog bis. tapi masalahnya yang mereka duduki sekarang bukan jog bis, tapi jog CRV, jadi mau nggak mau harus menahan kelopak mata jangan sampai tertutup, soalnya ga enak sama pemilik mobil, padahal kantuk kan sama sekali nggak kenal kompromi!.

Sekali-kali aku membunyikan talk di HP-ku buat mengetahui posisi jalan.
akhirnya impianku pulang cepat tercapai juga, soalnya jalanan bener-bener mendukung banget.
makanya waktu sampai kuningan, aku sudah telepon ko Wiria dan bilang kalau aku sudah sampai Semanggi. bukannya niat ngebohong, lho. tapi karena jalanan bener-bener lancar dan kupikir waktu untuk menekan nomor HP ko Wiria, kemudian menunggu nada tersambung, sampai terdengar suara maskulin yang sudah sangat kukenal dan selalu kurindukan setiap saat, apalagi saat-saat seperti ini, dimana mobil terus melaju dengan cepatnya sementara suara tercinta belum juga menjawab, hingga akhirnya terdengar kata "Halo!".
mungkin saat itu mobil sudah sampai Semanggi atau mungkin juga sudah lewat semanggi. Jadi nggak salah, bukan? malah bisa dibilang cerdas! ya, cerdas!!... bener kan?

iya aja deh!

kan ada kata-kata bijak yang bilang "apa yang kamu katakan, itulah yang akan terjadi!", makanya aku mau bilang kalau aku cerdas!, ya, cerdas..., aku cerdas! bener-bener cerdas!!!
Ayo, mari katakan bersama-sama "Aku cerdas..., ya, cerdas..., bener-bener cerdas!!!"

Tapi baru saja perasaan gembira karena bisa pulang cepat menari-nari di sebelah dalam dada, tiba-tiba mobil berhenti dan tidak bergerak lagi untuk waktu yang cukup lama. kalau pun bergerak, palingan hanya selangkah kaki kucing.

"Duh, ada apaan nih?"
"katanya sih ada demo mahasiswa!"
"wah, berarti kita nggak bisa lurus ke Taman Angrek, mau nggak mau kita harus belok lewat kebon jeruk!"

dim-dim-dim, aduuuuhhhh, signal tanda bahaya mulai nyala nih!
terus, nasipku gimana?
pasti ko Wiria udah nungguin aku di Taman Angrek.
ayo, harus berpikir cepat! kalau nggak nanti aku bisa jadi gembel, nggak tahu arah pulang!

akhirnya, setelah berdiskusi cepat ala petinju kelas kakap yang sekali buk, langsung KO, kami meraih kesepakatan bersama kalau aku akan diturunkan di Gereja Christo bareng Lusi.
Hah..., cukup aman juga! seenggaknya untuk sementara batal jadi gembel.

aku cepet-cepet telepon ko Wiria buat mengumumkan kesepakatan baru kita. tanpa pikir panjang ko Wiria pun langsung tancap gas menuju ke Gereja Christo untuk menyambut sang permaisurinya datang.

Tapi, semakin aku perhatikan arah jalan yang diambil si bos, yang pastinya belum tahu kalau salah satu penumpangnya ternyata tunanetra, semakin aku merasa yakin kalau jalannya mengarah ke rumahku, Sunrise Garden.

setelah aku tanyakan tentang dugaanku itu, dan ternyata benar, tanpa pikir panjang lagi aku bilang kalau aku minta diturunkan di depan gerbang Sunrise samping Superindo.
dengan tekat yang bulat sebulat bola pingpong dan rasa percaya diri yang aku pun nggak tahu dari mana datangnya, aku langsung menelopon ko Wiria untuk menyuruhnya pulang saja karena mobil melewati Sunrise.

aku sudah menduga kalau ko Wiria pasti berpikir aku bakal dianterin sampai depan pintu rumahku, padahal aku cuma diturunin di depan Superindo. maklumlah..., yang ditebengin kan belum tahu kalau aku ini tunanetra.
kedua temenku pada kuatir, mereka belum yakin kalau aku bisa jalan sendiri, apalagi disitu kan banyak motor berlalu lalang dan mobil yang terparkir. Tapi aku berhasil meyakinkan mereka. yah.., walau tetap aja mereka masih belum yakin sama kenekatanku. Tapi yang pasti mereka bukan mami yang kalau udah bilang 'A', nggak ada satu mahluk pun termasuk setan berani merubahnya menjadi 'B'. Tapi mami tetap aja my super mom, yang paling super diantara mami-mami yang paling super sekalipun. super baik, super cantik, super seksi, super perhatian, super ok, super star, super ben, super mie, dan super-super lainnya.

akhirnya, dengan keberanian super hero, aku pun turun dari mobil dengan ditemani tongkat putih di tangan kanan dan sebotol aqua ditangan kiri.

awalnya aku bingung harus melangkah ke sebelah mana. kiri atau lurus. akhirnya aku memutuskan untuk berjalan lurus saja, karena di sebelah kiri kan banyak motor, jadi lebih aman masuk dulu ke halaman Superindo.

Baru beberapa langkah, tongkatku sudah nyangkut di rantai yang terbentang dari kiri ke kanan setinggi lutut anak-anak. tapi aku berhasil melompati rantai itu dan kembali berjalan lurus. tapi lagi-lagi tongkatku terbentur mobil-mobil yang terparkir. ke kiri kena mobil, ke kanan kena tiang, duh, jalan ke mana nih!

Tiba-tiba di saat yang sangat genting seperti itu, seorang Satpam berlari-lari ke arahku, sambil berteriak:

"Mau ke mana, mbak?"

Hebat! ini baru namanya Satpam, selalu siaga kalau datang gangguan, kayak gangguan kecil sekarang ini. coba kalau dia meleng sedikit aja, bisa lecet-lecet deh mobil-mobil yang terkena sasaran tongkatku, hehehe..!

"Mau keluar Superindo, pak!"

"O.., mari saya anterin!" tanpa permisi tapi ramah, pak Satpam yang baik hati itu langsung memegang pergelangan tanganku. "Keluar ke komplek ya, mbak?"

"iya, pak!"

"Dari mana, mbak?" tanyanya lagi.

"pulang kerja, pak!"

"Nah, ini sudah keluar!"

"tolong seberangin, pak!"

"O.., mau ke seberang ya?...nah, sudah, mbak!"

"O ya, makasih, ya, pak!"

Si Satpam langsung balik ke Superindo, sementara aku kembali melanjutkan perjalanan.

Perjuangan masih panjang.

Dengan hasil latihan menggunakan tongkat yang cukup baik selama berminggu-minggu, aku terus berjalan sambil mengetuk-ngetukan tongkatku ke aspal. sering banget ujung tongkatku nyangkut-nyangkut di aspal, membuat cara jalanku jadi hampir menyerupai angsa.

ada seseorang yang jalan di depanku, tapi aku nggak perduliin. dengan mata yang agak dipelototin, aku mencari-cari belokan ke kiri. dan pas akhirnya aku membelok ke kiri, ternyata orang yang tadi jalan di depanku, sudah berdiri di situ kayak sengaja nungguin aku lewat.
aku sih jalan terus aja. tapi ternyata tuh orang terus ngikutin aku dari belakang, kadang-kadang dia jalan duluan sambil nyalain musik di HP-nya.

huuuhh, apa sih maunya nih orang?
kalau niat mau nolongin, kenapa diam aja kayak orang bisu?
apa sengaja pasang lagu di HP biar aku tahu ada orang di depan aku dan supaya aku ngikutin arah datangnya tuh musik?
iihh.., emangnya aku nggak pernah denger musik apa?

duh, rasanya aku pengen getok deh palanya pake tongkat, biar teriak sekalian!
ngomong dong!
kan seenggaknya biar aku tahu dia perempuan atau laki-laki, tua atau muda!

Ah, biarin aja deh. toh, lumayan kan, kayak punya pengawal, biar bisu, tapi masih ada gunanya juga pas lagi dalam keadaan darurat.

Emang orang di dunia ini aneh-aneh ya!

kayaknya sudah waktunya aku nyeberang, nih. tapi jalanannya di sini cukup besar juga.
duh, langit udah mulai gelap lagi. udah jam enaman.
sebaiknya aku pasang kuping buat ngedengerin suara mobil atau motor yang mau lewat.
tapi sepi-sepi aja, tuh.

ah, nyeberang pelan-pelan aja deh. toh, kalau ada mobil atau motor yang lewat pasti punya mata, dan bisa lihat ada cewek manis lagi nyeberang. nggak mungkin, kan, yang nyetir sama-sama buta. bisa-bisa berantakan deh, Jakarta!
sampai juga aku di seberang, masih utuh, aman, nggak lecet sedikit pun.

sekarang aku tinggal cari gang ketiga.
Duh, bener-bener nih mata udah makin parah, sampai-sampai jalan gang besar aja nggak kelihatan.
kalau begini caranya, bisa dapat diagnosa baru nih, bukan cuma kena Retinitis Pigmentosa, tapi bisa dibilang kena rabun senja juga!

"Awas, mbak, ada mobil di depan!" ada laki-laki yang berteriak dari seberang. pas aku pelototin mata, ternyata bener ada mobil lagi parkir di depan. aku agak jalan ke kiri sedikit untuk menghindari mobil yang pemiliknya pasti bakal uring-uringan kalau tahu mobilnya lecet gara-gara kena tongkat saktiku.

"Ya, betul, mbak, tinggal jalan lurus aja!"

aku cuma kasih senyum. mudah-mudahan aja orang itu juga lihat senyumanku. kalau nggak, bisa-bisa aku dikatain cewek sombong.
bisa puanjang urusannya!
udah buta, sombong pula.
Wah.., lengkap deh sudah cacatnya!

Ketiga kakiku terus melangkah.
lho, kok, tiga? bajay, apa?

kan, dua kakiku, dan satu lagi si tongkat sakti. jadi dua tambah satu sama dengan tiga, betul kan? hehehe...

mataku terus dipelototin, sampai hampir melompat keluar. tapi tetap aja jalan gangnya nggak kelihatan juga.
untung aja di sebelah depan ada bapak-bapak lagi ngomong sama seseorang yang kayaknya lagi nanya jalan juga. langsung aja aku nyamber kayak kompor meledug:

"Pak, gang ketiga mana ya?"

"masih di depan..., tapi kamu harus lewat gang pertama karena ada palang!"

"Nggak apa-apa, kok, pak, aku bisa!"

"O.., kalau bisa, kamu jalan ke depanan lagi!"

"Ya, makasih ya, pak!"

sesudah jalan beberapa langkah ke depan, ada seorang bapak lain yang berdiri pas di depan gang ketiga. aku bisa tahu di situ ada seorang bapak, karena dia lagi bersuara, tapi aku lupa dia ngomong apa dan sama siapa.

"Pak, gang ketiga mana ya?"

"O.., di sini!" Terus aja dia nyamperin aku dan pegang pergelangan tanganku. "tapi ada palang!"

"Nggak apa-apa, kok, pak, aku bisa!... mana ya palangnya?"

"ini palangnya!" kata bapak itu sambil menaruh telapak tanganku ke palang besi yang sudah cukup kukenal, karena aku sudah pernah melewati palang itu dengan menelusuri hingga ke ujungnya, kemudian sambil berpegangan pada palang untuk menahan tubuhku jangan sampai terjungkal ke got yang ada pas di samping jalan, aku melangkahkan sebelah kakiku melewati samping ujung palang, dan kemudian diikuti dengan kaki yang sebelahnya lagi.
buatku melawati palang itu bukan hal sulit, malahan sangat gampang dan cukup menyenangkan.

setelah sampai ke balik palang, aku mengucapkan terimakasih, dan kembali melanjutkan perjalanan.
sekarang tinggal cari rumahku. pertama-tama aku agak kuatir, jangan-jangan gangnya salah. tapi setelah mataku berhasil menangkap bayangan rumah bercat serba putih, baru aku merasa lega, karena itu berarti rumahku ada pas disebelahnya.

Aha! akhirnya aku sampai juga!!!

ketika sampai di depan pagar rumah, telingaku masih menangkap suara langkah kaki di sebelah sana.
Pasti orang yang dari tadi diam-diam terus ngikutin aku.

hahaha..., ternyata cukup setia juga, ya, ngawasin sampai ke depan pintu rumah. lumayan cocok jadi mata-mata!

Fiuuuhh, kayaknya enak nih kalau mandi air hangat. lumayan kan, buat ngendorin otot-otot yang tegang. maklumlah, ini merupakan pengalaman pertama kalinya aku jalan pulang sendiri , walau cuma dari Superindo.

Nah, begitulah kisah Rachel, si cewek remang-remang yang manis, pulang sendiri gara-gara satu dan lain hal.

cerita selanjutnya, sudah bisa dipastikan, dapat telepon dari sana-sini menanyakan keadaan, apa masih utuh atau ada yang nyangkut di jalanan.

pertama-tama telepon dari ko Wiria yang baru panik pas ceweknya udah selamat sampai di rumah.

kedua, dari Lusi yang memastikan temannya, yang katanya auban, sudah selamat sampai rumah.

dan yang ketiga, yang paling heboh adalah orang Sukabumi yang walau dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh, tapi bisa tahu juga kalau anak tercintanya pulang sendiri. ternyata pembantuku langsung bikin laporan ke adikku, yang langsung meneruskannya ke Sukabumi, padahal laporannya salah. pembantuku bilang kalau aku pulang sendiri naik bis.

hu-hu-hu, hebat banget kalau Rachel bisa pulang sendiri naik bis umum, hehehe..., bisa-bisa aku ngilang terus tiap hari!

mendapat laporan kayak gitu, tentu saja mami langsung nyamber kayak petasan.

"Kenapa kamu pulang sendiri?... kenapa si Wiria nggak jemput kamu?... katanya kamu pulang sendiri naik bis, ya?"

"Begini lho, mam, ceritanya..."

"Jadi bener kamu pulang sendiri?"

"duh, denger dulu, aku bukan pulang naik bis, tapi sama teman....bla-bla-bla.."

akhirnya berhasil juga aku cerita sampai selesai, dengan ending yang bagus, happy ending, jagoannya menang, selamat nggak jadi gembel atau dendeng.

"hehehe, aku jagoan kan, mam?... aku hebat kan, mam?"

"iya, iya, hebat..., tapi lain kali suruh aja si mbak jemput kamu di Superindo!"

"Ah, nggak mau! nggak seru!"

Gimana?

lulus, kan, jadi orang buta?

hehehe.....!!!!