Rabu

Terima Kasih Mulia!

Ternyata hal yang paling menyedihkan dan berat untuk dilakukan selama 8 tahun bekerja di PT. Mulia Keramik Indah Raya, bukanlah waktu aku mengalami frustasi karena dicurangi, dihasut, dan menerima perlakuan tidak adil dari rekan sekerja sewaktu aku masih ditempatkan di bagian resepsionis, atau tidak ada teman untuk pergi makan siang, atau saat-saat merasa jenuh dengan keadaan sekitar, atau merasa kesepian, atau mengalami sesuatu yang buruk waktu dalam perjalanan pergi dan pulang kantor, atau terpaksa harus turun dari bis dan berjalan menerobos banjir, karena jalanan macet total, atau merasa panik saat tiba-tiba saja bis mengeluarkan asap, atau menunggu di halte berjam-jam karena yang menjemput belum datang, atau memutuskan untuk pulang sendiri dengan menggunakan ojek, atau terjebak di kantor karena keadaan mencekam oleh kabar demo buruh yang mulai anarkis, atau kondisi-kondisi lainnya yang bagi tunanetra sepertiku mustahil dapat dilalui, namun ternyata mampu juga kulewati, serta pengalaman-pengalaman lainnya yang telah menempaku sedimikian rupa, yang perlahan-lahan telah membentukku, sehingga aku mampu bertahan dan tetap berjuang melewati hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Tapi di atas semuanya itu, ternyata hal yang paling membuatku sedih luar biasa dan berat untuk melakukannya adalah saat di mana jari-jariku harus mengetik sebuah surat yang memberitahukan tentang pengunduran diriku.

Delapan tahun yang penuh lika-liku perjuangan. Delapan tahun yang akhirnya mampu kulalui dengan banyak doa, air mata dan ketegaran hati. Delapan tahun yang telah banyak memberiku peluang untuk mengembangkan diri, pelajaran untuk bertahan menghadapi situasi apa pun, dan kesempatan yang telah membangun harga diri, mendongkrak kepercayaan diri, serta menenun pengalaman hidup yang sangat bermanfaat bagi hari-hariku selanjutnya. Delapan tahun yang takkan pernah luntur dari ingatanku. Delapan tahun yang telah berhasil mengukir nama 'Mulia Keramik Indah Raya' di dasar terdalam dari lubuk hatiku. Delapan tahun yang akan terus mengingatkanku tentang kebaikan, kemurahan, keajaiban dan penyertaan Tuhan Yesus yang adalah Perekrut utamaku, sehingga aku bisa sampai ke perusahaan ini tanpa harus melalui proses pengiriman surat lamaran kerja. Tuntunan tangan-Nya yang senantiasa meluputkanku dari segala bahaya dan rasa putus asa, serta perhatian-Nya yang teramat besar terhadap diriku, sehingga meski pun aku sendiri, namun tak pernah kesepian dan ditinggalkan. tertekan, namun tetap memiliki semangat pergi ke kantor setiap pagi. Terlupakan, namun tetap sehat waalfiat sampai sekarang. Beberapa kali kejedot tembok, namun tetap saja kejedot lagi di tempat yang sama, alias tak juga membuatku kapok...:)

Akhirnya, aku akan meninggalkan rumah keduaku, rumah yang telah memberiku banyak kenangan, rumah yang selalu mengusik rasa rinduku untuk tetap kembali datang, rumah yang telah banyak berjasa bagi perkembanganku secara pribadi. Selamat tinggal Mulia! Semoga kau akan tetap berjaya dan bersinar di tengah-tengah masyarakat luas, menjadi berkat bagi banyak orang di sekitarmu!

Dan sepertinya sekarang, aku harus minum obat untuk meredakan rasa sakit yang mulai menyerang sebelah kepalaku... Mungkin akibat perasaan sedih yang bercokol di dalam hatiku ini... Rasanya seperti ditinggalkan kekasih saja...:( Apalagi saat pak Agus, atasanku, memintaku untuk berpikir ulang, memastikan apakah keputusanku mengundurkan diri ini benar-benar sudah bulat... Wah..., makin berat saja rasanya...:(

Dan, Empat hari sebelum hari terakhirku di Mulia, tepatnya hari Rabu, 25 April 2012, aku mendapat kejutan dari teman-teman dekatku di HRD. Mereka diam-diam telah merancang sebuah acara farewell untuk mengiringi kepergianku dari Mulia. Walau acaranya sangat sederhana: pesan nasi padang dan makan bersama di ruang meeting, tapi hal itu sudah meninggalkan kesan mendalam buatku dan takkan pernah kulupakan seumur hidupku.

Terima kasih buat semua teman-temanku: mbak Mei, Natalia, Daniel, Herman, pak Rohim, mas Suparman dan pak Sahroni. Kalian sungguh telah menorehkan sebuah catatan indah dan sangat bermakna dalam buku kehidupanku.

Setiap kata, doa dan cinta yang terucap dari bibir kalian akan kusimpan rapi dalam folder sanubariku, menjadi sebuah pelita yang akan menerangi langkahku selanjutnya dalam menggapai impian dan harapanku.

Wish you all the best, my friends! Sekali lagi kuucapkan, 'Terima kasih Mulia!!!'

Selasa

Meminta Bantuan St. Antonius Dari Padua

Kali ini aku ingin sedikit sharing tentang pengalamanku bersama St. Antonius dari Padua.

Dulu, setiap kali aku mendengar atau membaca tentang kesaksian orang-orang yang kehilangan barangnya, kemudian minta bantuan St. Antonius, tak lama kemudian barang yang hilang itu ditemukan kembali, aku pikir itu terlalu lebay, hanya bersifat kebetulan saja. Aku juga tak terlalu percaya seratus persen jika minta bantuan doa dari Santo/a, karena masih kebawa kebiasaan dan cara berpikirku dulu, ketika aku masih jadi protestan, kalau doa langsung sama Tuhan itu hasilnya jauh lebih afdol dan cepat, karena ibaratnya langsung lewat tol. Tapi, beberapa hari yang lalu, akhirnya aku mengalami sendiri.

Aku kehilangan gelang tangan hadiah dari mami waktu aku menikah. Aku baru sadar kalau gelang itu sudah tak ada di tangan, ketika malam hari, suamiku bilang, "Sejak kapan gelangnya dilepas?"
Aku langsung pegang tanganku, dan aku baru sadar kalau gelang itu sudah tak ada lagi. Aku begitu panik, sedih dan bingung. Gelang itu memang tidak pernah aku lepas. Aku cari di seluruh rumah, di jaket, di WC, tapi tidak juga ditemukan. Aku terus berdoa dalam hati, "Tuhan Yesus tolong, jangan sampai gelang itu hilang..., tolong Tuhan, kasihanilah saya...!" Tiba-tiba aku teringat sama Santo Antonius Padua. Tanpa ragu lagi, langsung saja aku bilang, "Santo Antonius Padua, tolong bantu saya nemuin gelang itu. Bukankah kau paling ahli dalam menemukan barang-barang yang hilang? Tolong ya santo Antonius... Kalau itu memang sesuai kehendak Tuhan, biarlah gelang itu ditemukan lagi."

Besoknya aku tanya OB di kantor, dan mereka bilang tak pernah menemukan gelang yang jatuh. Aku tanya juga ke supir bis kantor, tapi jawabannya sama: tak ada gelang yang jatuh. Aku pun pasrah. Akhirnya dengan berat hati, aku memberitahu mami, dan kedengaran sekali kalau mami pun sedih, tapi dia berkata, "Ya sudahlah..., mau diapain lagi..."

Tiga hari berlalu, tapi gelang itu tetap tidak ditemukan. Suamiku juga sudah pasrah.

Waktu hari Minggu pagi, aku buka laci parfum (laci itu pasti setiap hari kubuka). Aku mengulurkan sebelah tangan untuk mengambil parfum, tapi telapak tanganku malah memegang sebuah benda bundar dan pipih, berdiri di antara sela botol-botol parfum. Jantungku langsung berhenti sesaat. Aku ambil benda itu, dan... Ternyata itu gelang yang hilang! Aku langsung mengucap syukur pada Tuhan, dan tak lupa juga berterima kasih sama santo Antonius yang telah membantu mencarikan gelang itu...

Bagiku, itu benar-benar mujizat. Gelang itu pun waktu ditemukan, posisinya seperti sudah diatur, tegak berdiri dan menonjol ke atas.

Aku sekarang yakin, kalau para santo dan santa memang turut mendoakan kita dan selalu siap sedia membantu kita...

Benar yang dikatakan suamiku, "Sungguh nikmat jadi Katolik, tim doanya seabrek!!!" :D