Senin, 31 Maret 2008
Hari Minggu kemarin, aku mendapat tugas dari Laetitia untuk mengisi di Gereja MKK Meruya sebanyak 3 kali pada 3 kali Misa.
Misa pukul 6.00 pagi, aku bertugas menyanyi pada saat Komuni.
Misa kedua pada pukul 8.00, aku bertugas sebagai lektor untuk bacaan 1 dan 2. dan,
Misa ketiga pukul 10.30, aku bertugas menyanyi lagi pada saat Komuni.
Seneng juga sih, bisa dapet tugas menyanyi. Soalnya selama ini aku udah latihan menyanyi sendirian. kadang di dalam kamar mandi, kadang di dalam hati. tapi yang pasti, bukan di dalam air, tanpa pemusik dan tanpa pengajar!
Cukup berhasil juga sih, terlebih dalam hal menggetarkan pita suara, sehingga terasa vibrasi yang bergelombang di setiap ujung bait lagu yang kunyanyikan, seperti layaknya para penyanyi provesional! hehehe...
Dan lagu yang kubawakan pada tugas kemarin, adalah "Karya Terbesar" dan "Tersalib di Bukit Golgota" (untuk lagu yang kedua ini aku nggak tahu pasti judulnya).
Aku menyanyi diiringi oleh Suryo (temen tunanetraku), dengan menggunakan gitar.
Ada aneka kejadian yang cukup membuatku panik, jengkel, dan malu sendiri saat tugas kemarin.
Dimulai saat pergi ke gereja yang belum pernah aku dan ko Wiria datangin, sehingga kita muter-muter cari alamat, dan pada detik-detik terakhir, waktu itu jam sudah menunjukan pukul 6 kurang 10 menit, sementara kita masih kelimpungan cari jalan ke gereja tersebut.
Mobil terus meluncur dengan patuhnya, dan tiba-tiba kami dihadapkan dengan jalan tol. Akhirnya, ko Wiria menghentikan mobil dan bertanya kepada seseorang tentang letak gereja tersebut. Ternyata kami harus memutar balik. dan karena panik dikejar-kejar oleh waktu yang nggak kenal kompromi, ko Wiria pun pasang sen dan langsung ambil arah memutar, baru saja mobil bergerak sedikit, tiba-tiba,
brak!!!
sebuah motor menabrak sebelah kanan mobil kami dan jatuh.
Kami sempet bersi tegang dengan si pengendara motor. kami bilang bahwa kami sudah pasang sen, tapi bapak itu -- yang ternyata baru kuketahui sesudahnya dari ko Wiria, bahwa pengendara motor tersebut adalah polisi! -- ngotot kalo kami salah, ia bilang kalo mau muter seharusnya di sebelah depan.
Aku yang nggak tahu kalo bapak itu polisi, ikut-ikutan ngotot, sementara ko Wiria terus-terusan minta maaf. Dan akhirnya, dengan kesepakatan yang menurutku sangat menyebalkan dan tidak adil -- karena mobil kami juga lecet! -- polisi itu minta 50000, dan tanpa ba-bi-bu ko Wiria memberikan uang yang dimintanya. emang sih, kaca spion dia juga pecah.
Kami pun melanjutkan pencarian kami, dan akhirnya tepat jam 6.00 pagi, kami sampe juga di Gereja MKK.
Aku berkali-kali minta ampun sama Tuhan karena sudah marah-marah sama orang yang katanya polisi itu, tapi tetap saja hatiku kesel banget!
Nah, itu kejadian yang bikin panik dan jengkel. sekarang kejadian yang bikin malu:
Pas Misa kedua, aku bertugas sebagai Lektor (bacaan 1 dan 2), aku diminta untuk memakai jubah. Karena saat itu mbak Dian dan mbak Yanti harus membantu koor,sehingga aku didampingi ko Wiria yang sudah tentu harus menggunakan jubah juga.
Kami disuruh berbaris lurus ke belakang untuk memasuki gereja dan naik ke Altar.
Aku dan ko Wiria berdiri di belakang para putri Altar, dan di belakang kami berderet para diakon dan Romo. Hanya aku yang tunanetra.
Tiba-tiba salah satu diakon menegur kami karena berdiri menyamping dan saling bergandengan tangan seperti sepasang mempelai yang mau menuju ke pelaminan. Aku hanya diam saja, tapi ko Wiria langsung memberitahu diakon itu kalo aku tunanetra. Muka diakon itu seketika langsung berubah, seperti habis tersengat aliran listrik bertegangan tinggi!
Aku mendengar sebuah pintu digeser terbuka, dan kami pun berjalan memasuki gereja yang sudah penuh dengan umat, yang pastinya juga bingung melihat sepasang muda-mudi yang berjalan saling bergandengan tangan.
Kami berhenti ditengah-tengah menghadap ke Altar. Dan ketika kurasakan tubuh ko Wiria menurun ke bawah, sementara tangannya sedikit menarik tanganku, aku cepat-cepat melepaskan pegangan, karena kusangka ko Wiria akan berlutut seperti yang biasa dilakukannya setiap masuk ke Gereja.
Ternyata, semua orang dibarisan itu termasuk Romo, berlutut. jadi bisa dibayangkan, diantara para orang-orang berjubah yang berlutut dengan khitmatnya, hanya aku sendiri yang berdiri dengan tegaknya, seperti hendak menantang Altar!!!
CK CK CK CK CK CK.....!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar