"Coba deh tangan mama begini," kata Glyn sambil gerakin tangannya
ngikutin gambar di TV.
Aku raba tangan Glyn, dan coba ikutin gerakkan tangannya. "Begini?" tanyaku.
"Bukan. Begini Mama!" glyn kembali memberi contoh dengan kedua
tangannya yang kecil. Sekali lagi kuraba tangannya, lalu coba
memperagakannya. "Begini?"
"Bukan," jawab Glyn lagi. "Begini nih!"
Berulang kali aku mencoba, tapi selalu salah. Akhirnya aku bilang sama
Glyn, "Mama kan nggak bisa liat tangan Glyn. Mata mama nggak bisa
liat, mata mama kan sakit."
"Mata mama sakit kelempar mainan ya?" tanya Glyn.
"Mata mama sakit karena dulu mama suka nonton TV deket-deket. Makanya
Glyn jangan nonton TV deket-deket ya."
Setelah itu Glyn diam, kembali nerusin nonton TVnya.
Nggak berapa lama, aku ngajakin Glyn main boneka di kamar satunya.
Waktu jalan menuju kamar tersebut kami harus melewati satu tangga. Aku
sudah tau dan hapal dengan letak tangga itu. Tapi tiba-tiba Glyn yang
berjalan lebih dulu bilang, "Awas mama, ada tangga!"
Aku benar-benar senang sekali mendengar kata-kata Glyn barusan. Itu
membuktikan anakku yang baru berusia 2,8 tahun sudah mulai mengerti
kalau mamanya nggak bisa lihat. Aku pun menjawab, "o iya, makasih ya
Glyn."
Besoknya waktu Glyn sarapan.
"Aku mau disuapin sama mama," kata Glyn.
"Kalau mama yang suapin, Glyn harus diam ya, jangan lari-lari, mama
kan nggak bisa liat Glyn."
Tapi seperti biasa, Glyn memang nggak bisa diam.
"Glyn, kamu di mana?" tanyaku sambil menyodorkan sesendok bubur. Lalu
terdengar dari balik kursi Glyn menjawab, "Aku di sini!"
Aku mendekati arah suara, dan kepala Glyn muncul dari sela-sela
punggung kursi. "Aku di sini mama!"
Tanganku menyentuh kepala Glyn, lalu kupegang dagunya dengan tangan
kiri, sementara tangan kananku memasukkan sendok bubur itu ke dalam
mulutnya yang sudah menganga lebar. Kadang Glyn sendiri yang
menyodorkan mulutnya ke sendok yang kupegang.
Siangnya sepulang sekolah, waktu kami sedang tidur-tiduran sambil
nonton, tiba-tiba Glyn bilang, "Coba deh mama pake kacamata."
"Apa?" tanyaku agak nggak percaya. "pake kacamata?"
"iya. Pake kacamata," "buat apa mama pake kacamata?"
"Biar bisa liat orang," jawab Glyn sambil jalan ke meja kecil samping
ranjang. Setelah itu dia kembali lagi dengan membawa kacamata punya
grandpa-nya. Aku langsung ketawa ngakak. Mungkin dia sering liat
grandpa sama grandma-nya pakai kacamata itu kalau membaca, dan mengira
aku juga bisa lihat kalau pakai kacamata itu.
"mama nggak bisa pake kacamata... Mata mama memang nggak bisa liat,
sayang..." kataku sambil masih ketawa geli melihat tingkahnya.
"Bisa kok," sahut Glyn ngotot.
Akhirnya kupakai juga kacamata itu demi menyenangkan hatinya. "Tuh
kan, mama tetep nggak bisa liat, Glyn."
Glyn mengambil kacamata itu dari depan mataku, dan dicobanya ke matanya sendiri.
"Jangan Glyn," larangku. "Mata Glyn kan masih bagus. Nanti kepala Glyn
pusing lho!"
Setelah beberapa saat, Glyn baru melepas kacamatanya sambil bilang,
"aduh mama, kepalaku pusing!"
Aku ini seorang tunanetra. Katanya sih penyebabnya adalah Retinitis Pigmentosa. Makanya aku menjuluki diriku sendiri: "Si gadis remang-remang", karena duniaku memang selalu terlihat remang-remang, redup, nyaris padam! :)
Rabu
Sabtu
Farewell
Di menit-menit terakhir kepergianku dari Mulia, atasanku: bu Melva, pak Agus dan teman-teman dekatku dari HRD dept telah mempersiapkan sebuah pesta kecil dengan berbagai macam kue dan kenang-kenangan buatku.
Bagaimana aku tak merasa sangat terharu melihat perhatian mereka yang begitu besar buatku. Terlebih saat bu Melva menyerahkan kenang-kenangan berupa anting dari emas putih yang sangat cantik, kemeja dan sebuah buku terbaru dari Ilana Tan 'Sunshine Becomes You'. Waktu hari Jumat minggu lalu, bu Melva mengajakku ngobrol. Di situ aku bercerita tentang buku novel yang kusuka, salah satunya buku karya Ilana Tan. Ternyata diam-diam bu Melva mengingatnya dalam hati, dan kemudian dia cari di Gramedia untuk diberikan pada hari terakhirku di Mulia. Aku benar-benar senang bukan main. Tak bisa lagi kuungkapkan bagaimana perasaanku saat menerima kenang-kenangan itu. Ya senang, ya terharu, ya sedih karena sebentar lagi akan berpisah, ya kaget karena sama sekali tak menduga akan menerima kenang-kenangan seindah itu.
Oh Tuhan..., betapa hatiku sungguh bersyukur atas atasan dan teman-teman yang begitu baik dan begitu perhatian terhadapku.
Bu Melva, pak Agus dan teman-teman HRD MKIR, tak habis-habisnya saya mengucapkan banyak terima kasih untuk semua perhatian, penerimaan, bantuan, kasih sayang dan kebersamaan kita selama ini. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan kalian.
Bagaimana aku tak merasa sangat terharu melihat perhatian mereka yang begitu besar buatku. Terlebih saat bu Melva menyerahkan kenang-kenangan berupa anting dari emas putih yang sangat cantik, kemeja dan sebuah buku terbaru dari Ilana Tan 'Sunshine Becomes You'. Waktu hari Jumat minggu lalu, bu Melva mengajakku ngobrol. Di situ aku bercerita tentang buku novel yang kusuka, salah satunya buku karya Ilana Tan. Ternyata diam-diam bu Melva mengingatnya dalam hati, dan kemudian dia cari di Gramedia untuk diberikan pada hari terakhirku di Mulia. Aku benar-benar senang bukan main. Tak bisa lagi kuungkapkan bagaimana perasaanku saat menerima kenang-kenangan itu. Ya senang, ya terharu, ya sedih karena sebentar lagi akan berpisah, ya kaget karena sama sekali tak menduga akan menerima kenang-kenangan seindah itu.
Oh Tuhan..., betapa hatiku sungguh bersyukur atas atasan dan teman-teman yang begitu baik dan begitu perhatian terhadapku.
Bu Melva, pak Agus dan teman-teman HRD MKIR, tak habis-habisnya saya mengucapkan banyak terima kasih untuk semua perhatian, penerimaan, bantuan, kasih sayang dan kebersamaan kita selama ini. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan kalian.
Dengan teman - teman HRD MKIR
Pak Agus (head of HRD) menyerahkan kenang - kenangan
Kenang - kenangan dari HRD MKIR
Buku Ilana Tan dari Ibu Melva & teman - teman
Hadiah kemeja cantik
Ibu Melva menyerahkan hadiah anting - anting
Langganan:
Postingan (Atom)