Rabu, 25 Juli 2012
Entah suatu kebetulan atau tidak, selama tiga hari berturut-turut Misa pagi dipimpin oleh Romo Nono.
Dari hari Senin sudah timbul dorongan yang kuat dalam hatiku untuk mengaku dosa, tapi aku ragu. Aku takut kalau dorongan itu timbul hanya karena keinginan hatiku sendiri, bukan keinginan hati Tuhan. Akhirnya hari itu aku pulang tanpa repot-repot menemui Romo.
Besoknya, ternyata yang memimpin Misa adalah Romo Nono lagi. Tadinya kupikir mereka akan secara bergiliran memimpin Misa, makanya aku berpendapat kalau Romo Nono mungkin sedang menggantikan Romo yang seharusnya hari itu bertugas memimpin Misa. Dorongan itu kembali datang dan terasa semakin menyiksa batinku. Tapi aku tetap saja kukuh tidak mau menemui Romo sepulang Misa untuk menerimakan sakramen tobat.
Dalam hati, aku berjanji pada Tuhan, "Kalau besok Romo Nono lagi yang mimpin Misa, aku akan langsung menemuinya untuk pengakuan dosa." Karena pikirku, tak mungkin Romo Nono terus yang memimpin Misa secara berturut-turut selama tiga hari, pasti Misa besok pagi dipimpin oleh Romo yang lain.
Malamnya, aku ceritakan pada Wiria tentang janjiku itu. Wiria langsung menegurku, "Kamu selalu saja meminta tanda dari Tuhan!"
Besok paginya, ketika aku hendak bersiap-siap untuk pergi Misa, Glyn terbangun dan merengek supaya aku tidak pergi meninggalkannya.
"Mama mau pergi ke Gereja dulu, Glyn bobo lagi aja ya..."
"Nggak mau!" tolak Glyn sambil menangis. "Mama jangan pergi! Aku mau sama mama!"
"Kemarin Glyn pintar. Nggak nangis waktu mama mau pergi ke Gereja, malah Glyn dadah sama mama... Kenapa sekarang Glyn nangis?" kataku berusaha merayunya agar mengijinkanku pergi Misa.
Tapi Glyn tetap saja melarangku pergi.
Aku pasrah. Tidak mungkin aku memaksa pergi Misa, sementara anakku menangis karena ingin ditemani.
Akhirnya, aku kembali berbaring di samping Glyn, berharap Glyn cepat pulas.
Tapi ditunggu-tunggu, Glyn masih juga belum bobo.
Aku makin gelisah. Jam terus berputar, padahal hari ini Wiria tak bisa mengantarku Misa, karena sedang mempersiapkan training, makanya aku harus pergi dengan ditemani Weli jalan kaki.
Ketika kudengar tarikan napas Glyn yang mulai teratur, aku mencoba berindap-indap keluar kamar. Pikirku, kalau sampai Glyn terbangun lagi dan melarangku pergi, berarti aku memang tak boleh ikut Misa hari ini.
Tapi sampai aku keluar dari rumah, Glyn masih tertidur pulas.
Aku dan Weli setengah berlari menuju ke Gereja.
Sesampainya di Gereja, Misa sudah dimulai. Romo Nono sudah berdiri di depan altar.
Melihat itu, akhirnya aku minta ampun pada Tuhan atas ketidaktaatanku selama ini.
Aku memohon pada Tuhan agar memudahkan aku untuk bertemu Romo Nono sepulang Misa nanti.
Waktu Misa berakhir, aku berkata kepada Weli agar menghantarku menemui Romo. Tapi dengan kebingungan Weli menjawab, "Tapi Romonya kan sudah pulang, non."
"Nggak," sahutku. "Biasanya dia ada di bawah, di aula."
Kemudian kami keluar melalui pintu samping.
Ketika mau menuruni tangga, tiba-tiba aku mendengar suara yang memanggilku, "Rachel!"
Aku menoleh, Dan ternyata Romo Nono sudah berdiri di belakangku.
"Terima kasih ya buat bukunya," katanya. Beberapa hari sebelumnya, aku memang pernah menitipkan bukuku 'Aku Buta Tapi Melihat di sekretariat untuk Romo Nono.
"Romo sudah baca?" tanyaku, berusaha menutupi rasa gugup akibat pertemuan yang terlampau mudah ini.
"Sudah," jawabnya.
Tiba-tiba dari arah samping, seorang ibu menyela, "Romo, jangan lupa ya tanggal 24 nanti!"
Sambil mendengarkan ibu itu berbicara, romo pun berjalan menuruni tangga.
Aku jadi bingung: lanjutkan atau pulang saja?
Untung pada saat itu, ibu yang berbicara dengan Romo bertanya kepadaku, "Rachel mau langsung pulang?"
"Nggak, bu," jawabku. "Aku mau ketemu Romo dulu."
Romo yang sudah berjalan lebih dulu langsung menengok, "Kamu mau ketemu saya?" tanyanya.
"Iya. Romo ada waktu?"
"Wah, sekarang saya lagi diburu-buru, karena jam setengah delapan saya harus memimpin Misa lagi."
Mendengar itu, hatiku agak kecewa. Tapi pikiranku berkata: tak masalah. Yang penting aku sudah berusaha taat dan menemui Romo.
"Ya sudah, Romo, lain waktu saja," jawabku.
"Kalau besok saja bagaimana? lanjut Romo lagi. "Besok pagi saya ada waktu."
Hatiku pun kembali bersorak.
"Ok, Romo!" sahutku cepat.
Aku pulang dari Gereja dengan hati plong, karena sudah menyelesaikan tugas yang Tuhan minta untuk kulakukan, walaupun harus menunggu sampai tiga hari. Untung aku tak sampai masuk ke dalam perut ikan seperti Yunus...:-D
Sesampainya di rumah, Glyn masih bobo nyenyak.
Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku. (MZM 94:18)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar