Senin

Kejedot


Cerita ini terjadi di awal bulan Juni kemarin, waktu Glyn masih sekolah di Cahaya Bangsa Sukabumi.

Seperti biasa setiap pagi aku dan mami mengantar Glyn ke sekolah. Sesampainya di sekolah, Aku dan Glyn masuk lebih dulu, sementara mami entah sedang ngobrol dengan siapa. Aku berjalan di belakang Glyn dengan memegang sebelah bahu kecilnya. Maksudnya supaya Glyn tuntunin aku. Awalnya mulus-mulus saja... naik-turun tangga, belok kiri, belok kanan. Tapi saat sampai di tengah ruang sekolah, tiba-tiba, dung!!!
hidungku berciuman dengan tembok penyanggah yang berdiri di tengah-tengah ruangan.
"Wadow!!!" sontak aku mengaduh.
Dengan santainya Glyn menoleh dan bertanya, "Mama kenapa?"
"Mama nabrak tembok," jawabku sambil mengelus-elus ujung hidungku.
Glyn tak peduli, dia kembali meneruskan jalan santainya menuju ke kelasnya. Tinggal aku yang makin waswas, karena takut diadu lagi sama tembok atau pintu.

***

Pagi itu kebetulan sekolah masih sepi, jadi halaman bermain masih kosong. Biasanya kalau tempat bermain sudah penuh dengan anak-anak, Glyn nggak ikut bermain, karena takut terdorong-dorong sama anak yang lebih besar, jadi kuajak Glyn duduk-duduk saja di tangga dekat pintu, sambil memperhatikan anak-anak lain bermain perosotan dan ayunan.
Tapi kali ini sepi, cuma ada satu anak perempuan teman sekelas Glyn yang bernama Meta yang ada di halaman.

"Glyn mau main ayunan?" tanyaku, merasa kasihan melihat Glyn hanya bisa menonton teman-temannya bermain saja.
"Mau...," jawab Glyn.
Aku pun menyuruh Glyn untuk berjalan ke arah ayunan, sementara aku seperti biasa ikut di belakangnya sambil memegang sebelah bahunya.
Tapi tiba-tiba, duk!!! Pipiku sebelah kiri mencium tiang ayunan yang berdiri vertikal dan berada di tengah-tengah ayunan. Ternyata kami sudah sampai di depan ayunan yang berbentuk dua bangku panjang saling berhadapan.
Diam-diam aku mengusap-usap pipiku yang terasa lumayan sakit, ditambah lagi perasaan malu: Jangan-jangan ada yang lihat... :)
Sementara itu, aku mendengar Glyn berkata, "Basah, Mama..."
"Basah?" tanyaku berusaha agar tidak terlihat seperti baru kejedot. "Basah apanya?"
"Kursinya," jawab Glyn sedih.
Reflek aku menunduk untuk meraba kursi ayunannya yang memang belum pernah tahu bagaimana bentuknya. Alhasil, jedot!!! Kali ini kebagian dahiku yang mencium tiang ayunan. Setelah kuraba, ternyata selain tiang yang berbentuk vertikal, ada juga tiang yang berbentuk horisontal.
Aku hanya menarik napas. Di sebelah halaman bermain, hanya terhalang pagar besi adalah halaman parkir, tempat para ibu duduk-duduk ngerumpi. Aku merasa kalau ada beberapa pasang mata yang pasti melihat kehebatanku: pagi-pagi sudah dua kali ngadu kekuatan antara kepala sendiri dengan tiang besi...:)

Sebelum terjadi untuk yang ketiga kalinya, aku lebih dulu meraba sekitarku, khususnya yang berada di dekat wajahku. Kemudian aku mendengar Glyn menangis.
"Kenapa?" tanyaku kuatir.
"Aku mau itu...," sahut Glyn, membuatku makin kebingungan.
"Mau apa?" Aku mencoba memperhatikan Meta yang terlihat samar-samar oleh mataku sedang mondar-mandir di dekat perosotan.
"Mau elap...," kata Glyn lagi.
"Lap? Glyn mau ikut lap ayunan?"
"Iya..."
Aku baru mudeng. Ternyata Glyn tadi nangis karena berebutan lap dengan Meta.
"Udah, biarin aja Meta yang elapin," kataku merayu. "Nanti Glyn tinggal main aja..."

Tak berapa lama kemudian, Meta mendekati Glyn dan memberikan lapnya pada Glyn.
Glyn senang. Aku pun senang.
Tapi baru saja Glyn mulai mengelap bangku ayunan, Meta sudah merebut lagi lapnya dari tangan Glyn.
Glyn kembali menangis.
Buru-buru aku gendong Glyn. Selain untuk menenangkan Glyn, tapi juga anak-anak yang lebih besar sudah mulai berdatangan.

"Aku mau main ayunan...," kata Glyn.
Aku sebenarnya takut kejedot lagi, tapi demi menyenangkan anakku yang jarang-jarang kebagian mainan, akhirnya aku kembali meraba-raba sekelilingku. Bodoh amat kalau ada yang menganggap aku aneh, karena menggapai-gapai ke sana-ke sini, yang penting anakku senang.

Setelah yakin kalau di depanku nggak ada penghalang apa pun, barulah aku menaikkan Glyn ke bangku ayunan.

Untuk beberapa menit Glyn menikmati ayunannya. Tapi tiba-tiba Glyn kembali menangis.
"Kenapa?" tanyaku panik, sambil meraba-raba kepala dan badan Glyn dari arah belakang ayunan.
"Takut kali dia denger gebrak-gebruk," jawab salah seorang ibu yang ternyata telah berdiri di dekat pintu.
Memang aku dengar anak laki-laki yang duduk di bangku ayunan seberang Glyn menghentak-hentakkan kakinya ke papan ayunan, sengaja ingin menakut-nakuti Glyn.
Buru-buru aku angkat Glyn dari ayunan, lalu menggendongnya.
Sebenarnya aku kesal sama anak-laki-laki itu, pengen marah rasanya. Tapi mau marah juga bingung, karena pasti bola mataku melenceng, nggak tepat menatap anak laki-laki itu. Dari pada tambah diketawain, lebih baik aku tahan emosi saja, walau ubun-ubunku sudah mengepulkan asap...

1 komentar:

Nensinur. Sastra. mengatakan...

waw! pulang dari sekolah langsung periksa ke dokter gak mbak?? hehehe, siapa tw ada yang memar2 gituh? :)