Rabu

Kenangan Di Masa Kecil

Waktu itu, sepulang dari sekolah, aku tak langsung pulang ke rumah, tapi ikut mami menjaga toko yang saat itu masih berlokasi di jalan Stasiun Sukabumi. Aku sudah pernah mendengar obrolan antara papi dan mami kalau sekarang toko sepi, karena banyak toko-toko material lain yang menjadi saingan.

Siang itu, aku duduk di bangku tinggi di belakang meja etalase, sementara mami duduk di belakang meja kerja. Aku lupa waktu itu papi sedang pergi ke mana, kemungkinan sedang mengurusi truknya.
Sudah berjam-jam berlalu tanpa satu orang pun pembeli. Mami dan aku tenggelam dalam lamunannya masing-masing. Di luar matahari bersinar sangat terik, membuat gerah dan ngantuk. Sesekali aku turun dari bangku tinggi yang kududuki, mondar-mandir seperti setrikaan, atau memainkan barang-barang yang terpegang oleh jari-jariku, hanya untuk sekedar menghilangkan rasa bosan.
 
Hari mulai sore, matahari tak lagi terlalu menyengat, tapi satu pun pembeli belum juga mampir ke toko. Kebosanan berubah menjadi kesedihan. Bagaimana orang tuaku dapat uang kalau tidak ada pembeli yang datang? Tanyaku dalam hati.

Beberapa menit sebelum toko tutup, seorang ibu berjalan memasuki toko. Hatiku langsung melonjak kesenangan. Akhirnya ada juga yang beli, pikirku. Dan orang tuaku akan pulang membawa uang.
Dari tempatku berdiri, aku mengikuti pembicaraan mami dan ibu itu yang ternyata ingin membeli paku.
Setelah ibu itu menerima barangnya, telingaku menangkap pembicaraan selanjutnya mengenai jumlah uang yang diterima mamiku dari ibu itu, dan sontak membuat napasku berhenti sesaat. Ternyata ibu itu hanya belanja sebesar 500 rupiah!

Jadi seharian kami menunggu pembeli hasilnya cuma 500 rupiah saja???
Sepulang dari toko, aku terus merenung, susahnya cari uang...
Dan mulai hari itu, aku memutuskan pada diriku sendiri kalau aku tak boleh terus membebani orang tuaku. Aku harus bisa mandiri, tak boleh menghambur-hamburkan uang, walau pada kenyataannya orang tuaku tetap mampu mempertahankan bisnisnya sampai sekarang, bahkan aku dan kedua saudaraku tak pernah sampai kekurangan sesuatu apa pun, tapi kejadian siang itu di toko sudah terpatri dalam hati dan pikiranku tentang arti pengorbanan dan kerja keras.

Sejak kuliah, aku sudah memikirkan cara mencari uang. Aku mulai mencoba mengikuti berbagai MLM, kemudian belajar membuat gantungan kunci dan gelang dari manik-manik, lalu menjualnya ke teman-teman, sampai akhirnya Tuhan menghantarku ke PT. Mulia Keramik untuk bekerja sebagai seorang karyawati. banyak teman-temanku bertanya padaku, "Punya orang tua yang sukses, kenapa masih mau susah-susah cari uang, sampai harus kerja di Mulia yang jaraknya sangat jauh dari rumah? Kenapa tidak tinggal aman saja di Sukabumi bersama mami dan papi??"

Maka jawabannya adalah sepenggal kisah pengalaman masa kecil yang sudah kututurkan di atas.
Makasih ya papi, mami, buat jeri payahmu selama ini hingga aku dapat berhasil meraih gelar sarjanaku...
Selamanya aku mencintai kalian, dan untuk selamanya akan kulambungkan untaian doa bagi kebahagiaan kalian.
Maafkan aku kalau selama ini aku sering menjadi sumber kesedihan dan kemarahan kalian, karena sikap
atau omonganku yang menyakitkan.

Peluk cium termanis dari anak keduamu yang lagi melankolis...:) Mmmmuaaach...!!!

Tidak ada komentar: